ASEAN People’s Forum 2015: Menuju ASEAN yang People-Centred dan People-Oriented?

Content - Porto - Research Aparatur

Nitia Agustini, Research Intern di ASEAN Studies Center Universitas Gadjah Mada

 

Salah satu isu penting yang agak terabaikan dalam perkembangan Masyarakat ASEAN dewasa ini adalah keterlibatan Masyarakat Sipil di ASEAN. Bersamaan dengan penyelenggaraan ASEAN Summit di Kuala Lumpur,  ASEAN People’s Forum (APF) diselenggarakan di Wisma MCA Kuala Lumpur Malaysia pada 21-24 April 2015.

Pelaksanaan APF tahun ini bukan saja menandai kiprah 10 tahun masyarakat sipil dalam proses regionalisme di ASEAN (pertama kali APF/ACSC digelar di Malaysia, satu dasawarsa silam), tetapi juga menandai beberapa peningkatan keterlibatan. Antara lain, sebagaimana nanti akan dijelaskan, adanya kesempatan bertemu kepala negara ASEAN melalui interface meeting.

Pertemuan ASEAN People’ Forum tahun ini dihadiri sekitar 1400 orang yang merupakan perwakilan civil society di ASEAN dengan berbagai isu. Walaupun memiliki bidang yang berbeda-beda, peserta dalam forum ini sepakat untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan-kebijakan ASEAN.

Isu ini penting, karena sejauh ini ruang partisipasi masyarakat sipil di ASEAN memang tidak banyak terakomodasi di struktur formal. Kajian ASEAN Studies Center tahun 2014 melihat bahwa baik di isu HAM dan UKM, keterlibatan aktor non-negara dalam proses regionalisme belum sekuat negara. ASEAN masih menjadi bagian dari skema besar ‘kepentingan negara’.

Meng-address keterlibatan masyarakat sipil ini menjadi penting agar Masyarakat ASEAN tidak diidentikkan hanya pada sektor ekonomi. Selama beberapa tahun terakhir, kebijakan ASEAN lebih fokus pada pembangunan ekonomi dan liberalisasi sektor perdagangan. Konsekuensinya, ASEAN hanya menjadi domain dari kepentingan pemerintah serta pemaim bisnis besar. Hal ini berakibat pada kesenjangan pendapatan, problem pembangunan, hingga kesejahteraan yang tidak terdistribusi dengan merata.

 

Problem HAM

Dalam forum tersebut, muncul kegelisahan dari peserta bahwa walaupun ASEAN telah membuat Komisi ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (AICHR) dan Deklarasi HAM ASEAN (AHRD) yang ditandatangani pada tahun 2012 silam, pelanggaran HAM masih terus terjadi. ASEAN sebagai sebuah asosiasi regional dinilai belum mampu melakukan intervensi untuk menyelesaikan itu.

Kita bisa lihat beberapa kasus, Misalnya, beberapa waktu lalu terjadi penangkapan oleh pemerintah Myanmar terhadap mahasiswa yang berdemo. Problem lain adalah yang baru-baru ini terjadi: statelessness yang menimpa beberapa kelompok etnis di Myanmar , terutama Rohingya. Di Malaysia, Laos dan Thailand, beberapa aktivis oposisi pemerintah yang menghilang, ditangkap dan direpresi. Ini belum termasuk kasus-kasus pelanggaran HAM lain di negara-negara ASEAN.

Dalam rangka mendorong percepatan pemenuhan hak masyarakat ASEAN, peserta ASEAN People’s Forum 2015 membuat sebuah rekomendasi yang berjudul “Reclaiming The ASEAN Community For The People”. Rekomendasi ini menyoroti beberapa priotitas yang penting untuk dilakukan yaitu, (1) Menjamin Keadilan dalam Pembangunan; (2) Melindungi Proses Demokrasi, Pemerintahan, serta pemenuhan Hak dasar dan Kebebasan; (3) Komitmen dalam mewujudkan Perdamaian dan Keamanan; dan (4) Mengakhiri Diskriminasi dan ketidaksetaraan.

Peserta ASEAN People’s Forum 2015 berharap adanya dialog terbuka yang konstruktif antara pemerintah dan perwakilan civil society. Hal ini agar rekomendasi yang telah dibuat dapat dipahami oleh pemerintah. Serta dapat mempengaruhi kebijakan ASEAN.

Salah satu perkembangan menarik dari ASEAN People’s Forum 2015 adalah adanya interface meeting antara perwakilan NGO, Business Advisory Council, Pemuda, dan Think-Tank dengan perwakilan Kepala Negara di ASEAN. Kendati dihadiri oleh hampir semua Kepala Negara (termasuk Presiden Joko Widodo), tidak banyak pembicaraan yang bisa dilakukan dalam forum ini.

Ada statement menarik tentang hal ini. Wathslah Naidu dari Organisasi Perempuan Malaysia pun mengatakan bahwa “Kami berharap melalui pernyataan ini, suara-suara dari semua orang akan didengar oleh para pemimpin ASEAN. Kebijakan ASEAN harus menguntungkan masyarakat yang paling terpinggirkan, tidak bekerja melawan mereka”. Hal ini menunjukan bahwa sudah saatnya pembangunan ASEAN mendengarkan aspirasi masyarakat.

Dengan demikian, prinsip ASEAN yaitu people-centred oriented tidak hanya sebuah “simbol” atau jargon yang diulang-ulang setiap kali Summit, namun benar-benar terwujud dalam proses-proses formal yang ada.

 

Tantangan Regionalisme ASEAN

Apa pelajaran yang bisa diambil dari keterlibatan masyarakat sipil ini?

Setidaknya, APF 2015 memperlihatkan pada kita bahwa regionalisme ASEAN dengan pendekatan people-centred oriented masih mengalami banyak kendala. Kritik banyak pihak bahwa kebijakan ASEAN selama ini berbasis kepentingan elit ASEAN, belum menemukan solusi yang benar-benar bisa dilaksakan.

Melihat pola relasi antara negara dan aktor-aktor non-negara saat inji, Mewujudkan ASEAN yang lebih inklusif dan berdampak langsung pada masyarakat masih belum bisa diwujudkan dalam waktu dekat. Alex Chandra (2009:11) menjelaskan alternatif strategi untuk mewujudkan ASEAN yang lebih “membumi”. Menurutnya, People-Centred dan People-Oriented ASEAN berarti bahwa organisasi non pemerintah (LSM) yang ada di ASEAN harus dilibatkan dalam pembuatan keputusan.

Alexander Chandra memberikan rekomendasi menarik terkait hal ini. Menurutnya, dalam proses pembuatan keputusan,. pembuat kebijakan harus memfasilitasi masuknya aspirasi konstituennya (civil society) dalam menyusun rencana kebijakan. Selanjutnya saat final drafting kebijakan, konsultasi antara negara dan perwakilan non-negara menjadi penting.

Hal ini dimungkinkan dalam format kelembagaan ASEAN, mengingat Konsultasi adalah salah satu dari dua mekanisme pengambilan keputusan di ASEAN (selain ‘Konsensus’). Ironisnya, dalam praktiknya, hal ini cukup sering diabaikan.

Jika model perumusan kebijakan dapat lebih ‘konsultatif’, kita bisa mengharapkan kebijakan-kebijakan ASEAN akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat ASEAN. Terpenting, kebijakan ASEAN dapat bermanfaat bagi seluruh elemen masyarakat, transparan, merangkum kepentingan bersama, partisipatif dan inklusif.

Mari mengawalnya di KTT ASEAN Kuala Lumpur yang akan datang.